Surat-surat Paulus kepada jemaat di Korintus mengungkapkan dinamika sosial yang kompleks di antara para pengikut Kristus pada abad pertama. Salah satu aspek yang menarik adalah keberadaan dan peran ἄπιστοι (unbelievers atau orang yang tidak beriman) dalam komunitas tersebut. Meskipun tidak sepenuhnya bagian dari jemaat, ἄπιστοι memiliki peran dan status yang signifikan. Penggambaran ἄπιστοι dalam surat-surat ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana Paulus mengelola interaksi antara anggota jemaat dan mereka yang berada di pinggiran komunitas.
Dalam 1 Korintus 14:35, Paulus menyatakan bahwa adalah memalukan bagi seorang perempuan untuk berbicara di dalam gereja. Pernyataan ini memberikan gambaran tentang struktur dan aturan sosial yang ada di dalam komunitas Kristen awal. Dalam Efesus 3:21, Paulus menyampaikan kemuliaan bagi Tuhan di dalam gereja dan di dalam Kristus Yesus sepanjang segala zaman. Surat Kolose 4:16 mencatat instruksi Paulus agar suratnya dibaca di antara jemaat dan juga di gereja Laodikea. Ini menunjukkan bahwa, meskipun ἄπιστοι tidak memiliki keanggotaan penuh, mereka tetap memiliki suatu bentuk status orang dalam. Status ini tercermin dalam cara Paulus menggambarkan mereka sebagai "orang yang tidak mempunyai kedudukan di dalam gereja", yang menunjukkan adanya kedekatan mereka dengan komunitas tersebut.
Dalam 1 Korintus 14:22-24, Paulus menggambarkan situasi di mana ἄπιστοι dapat hadir dalam pertemuan jemaat. Dalam 1 Korintus 6:4-6, Paulus menyoroti masalah ketika anggota jemaat lebih memilih untuk membawa urusan internal mereka kepada ἄπιστοι daripada menyelesaikannya di dalam komunitas. Bagi Paulus, masalah ini bukan terletak pada interaksi sosial atau bahkan partisipasi dalam ibadah bersama ἄπιστοι, tetapi pada ketidakmampuan jemaat untuk menilai diri mereka sendiri tanpa bantuan orang luar. Hal ini menekankan pentingnya kompetensi dan otoritas internal dalam menyelesaikan urusan-urusan gereja.
Surat 2 Korintus juga memberikan wawasan tentang peran ἄπιστοι, terutama dalam konteks hubungan dengan penyembahan berhala. Dalam 2 Korintus 6:14-7:1, ἄπιστοι digambarkan sebagai individu yang terlibat dalam kegiatan penyembahan berhala dan yang dapat menimbulkan ancaman bagi komunitas. Jika bagian ini dianggap sebagai interpolasi, kontribusinya terhadap profil ἄπιστοι di Korintus mungkin kurang jelas. Namun, jika dianggap asli, ἄπιστοι dalam konteks ini sering diartikan sebagai orang Kristen yang tidak setia atau pesaing misi Paulus. Mereka dikaitkan dengan kegiatan penyembahan berhala yang dapat menggoda dan menarik jemaat untuk ikut serta dalam praktik-praktik tersebut.
Michael Goulder berpendapat bahwa ἄπιστοι dalam bagian ini bukanlah penyembah berhala umum atau orang tidak beriman pada umumnya, melainkan orang Kristen yang tidak setia. Argumen ini didasarkan pada pemahaman umum tentang kata πιστός (beriman) dan ἄπιστος (tidak beriman) serta fakta bahwa Paulus di tempat lain jelas memperbolehkan interaksi Kristen dengan penyembah berhala pagan. Beberapa ahli lainnya juga mengaitkan ἄπιστοι dalam bagian ini dengan para lawan Paulus di Korintus yang muncul dalam pasal 10-13. Mereka digambarkan sebagai lebih buruk dari penyembah berhala, setara dengan Beliar sendiri. Dalam setiap interpretasi, ἄπιστοι digambarkan cukup dekat dengan orang beriman di Korintus sehingga mampu menggoda mereka ke dalam kemitraan yang melibatkan penyembahan berhala.
Kemitraan yang dimaksud dalam 2 Korintus 6:14-16 tidak dijelaskan secara rinci, tetapi jelas berbeda dari bentuk interaksi sosial lainnya yang diizinkan oleh Paulus, seperti hubungan pernikahan, di mana orang beriman dapat mengatasi ketidakmurnian dari ἄπιστοι. Kemitraan yang dimaksud melibatkan hubungan formal tertentu dengan ἄπιστοι yang tidak seharusnya dipertahankan oleh orang beriman. Ini terutama jelas dalam pertanyaan retoris Paulus di ayat 16: "Apakah persetujuan bait Allah dengan berhala?" Kemitraan ini kemungkinan besar melibatkan hubungan yang mirip dengan perjanjian dengan orang pagan yang melanggar perjanjian jemaat dengan Tuhan.
Dalam 2 Korintus 4:4, ἄπιστοι digambarkan sebagai mereka yang pikirannya dibutakan oleh ilah zaman ini. Mereka adalah orang Kristen yang sedang binasa, yang pikirannya dibutakan oleh agen setan. Status ἄπιστοι sebagai subkelompok dari kelompok yang lebih besar terlihat dalam klausa relatif "di antara mereka" (ἐν οἷς), yang mendefinisikan ἄπιστοι sebagai subkelompok dalam "mereka yang sedang binasa" (ἐν τοῖς ἀπολλυμένοις) dari ayat 3. ἄπιστοι bukanlah seluruh umat manusia yang tidak beriman tetapi kategori spesifik di dalamnya. Agen yang bertanggung jawab atas kebutaan mereka adalah "ilah zaman ini", yang identik dengan Beliar. Kebutaan mereka juga bisa merupakan akibat dari keterlibatan dalam penyembahan berhala, suatu pengkhianatan terhadap kesetiaan kepada Tuhan yang hidup. Asosiasi antara penyembahan berhala dan kebutaan adalah trop yang umum. Ini sangat mirip dengan bahasa "pikiran yang dibutakan" dalam 2 Korintus 4:4 dan penggambaran dalam Yesaya 44:18 tentang pembuat berhala yang buta dan tidak memahami.
Dalam menghadapi ancaman dari ἄπιστοι, Paulus mengambil sikap yang jelas terhadap penyembahan berhala dan hubungan yang melibatkan perjanjian dengan orang pagan. Namun, meskipun menetapkan batasan yang tegas terhadap bentuk interaksi tertentu, Paulus masih menunjukkan permisivitas yang mengejutkan dalam bentuk interaksi sosial lainnya. Dalam 1 Korintus 7:12-15, Paulus memperbolehkan hubungan pernikahan antara ἄπιστοι dan orang beriman, dengan alasan bahwa orang beriman dapat mengatasi ketidakmurnian dari ἄπιστοι. Dalam 1 Korintus 10:27, Paulus memperbolehkan orang beriman makan di meja ἄπιστοι dan memakan makanan yang dipersembahkan kepada berhala, selama tidak ada yang memberitahu mereka bahwa makanan tersebut adalah hasil persembahan. Dalam 1 Korintus 14:22-25, ἄπιστοι tampaknya hadir secara teratur dalam ibadah komunitas sehingga Paulus mendorong perubahan liturgi untuk mengakomodasi mereka.
Pendekatan Paulus menunjukkan keseimbangan antara menjaga kemurnian spiritual dan memastikan inklusi sosial dalam komunitas. Ini menggarisbawahi pentingnya menjaga hubungan sosial tertentu untuk mempertahankan integritas dan kohesi komunitas. Dengan menetapkan batasan-batasan tertentu, Paulus berusaha untuk melindungi jemaat dari pengaruh yang merusak, sementara tetap memperbolehkan interaksi sosial yang dapat memperkuat kohesi komunitas.
Perjuangan Paulus dengan ἄπιστοι di Korintus bersifat politis. Penyembahan berhala merupakan kesalahan dalam pengelolaan masyarakat, sehingga menyebut penyimpangan dari ἄπιστοι berarti memperkuat integritas sosial dari jemaat. Meskipun Paulus dalam 2 Korintus 6:14-7:1 menetapkan parameter ketat tentang jenis hubungan yang tidak boleh dijaga dengan ἄπιστοι, bukti dari 1 Korintus mengungkapkan permisivitas yang mengejutkan dalam interaksi sosial antara jemaat dan ἄπιστοι. Ini menunjukkan bahwa tujuan utama Paulus adalah mengelola kemurnian dan kesetiaan komunitas tanpa memutus hubungan sosial yang dapat memperkuat kohesi komunitas.
Ketegasan Paulus dalam prinsip harus diseimbangkan dengan fleksibilitas dalam praktik sosial. Ini mengajarkan kita tentang kompleksitas pengelolaan komunitas religius, di mana tujuan utama adalah menjaga kemurnian spiritual dan moral sambil tetap memastikan inklusi sosial yang memperkuat komunitas. Analisis ini memberikan wawasan tentang bagaimana komunitas Kristen awal menghadapi tantangan signifikan dalam menjaga identitas mereka di tengah-tengah pengaruh eksternal. Strategi Paulus menunjukkan bahwa pentingnya hubungan sosial tidak boleh diabaikan dalam usaha menjaga integritas moral dan spiritual komunitas.
Kesimpulan
Pendekatan Paulus mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam mengelola hubungan sosial dan spiritual dalam komunitas religius. Ini relevan dalam konteks modern, di mana komunitas religius dan organisasi lainnya menghadapi tantangan serupa dalam menjaga identitas dan integritas mereka di tengah-tengah pengaruh eksternal. Dengan memahami pendekatan Paulus, kita dapat belajar bagaimana mengelola hubungan sosial dan spiritual dengan cara yang memperkuat komunitas dan menjaga kesetiaan kepada prinsip-prinsip moral dan spiritual.
Sumber:
Billings, B.S., 2016. The apistoi and idiotes in 1 Corinthians 14: 20–25: The ancient context and missiological meaning. The Expository Times, 127(6), pp.277-285.
Lang, T.J., 2018. Trouble with Insiders: The Social Profile of the ἄπιστοι in Paul’s Corinthian Correspondence. Journal of Biblical Literature, 137(4), pp.981-1001.
Wilson, R.M., 1972. How gnostic were the Corinthians?. New Testament Studies, 19(1), pp.65-74.
Comments