Yesus di Luar Perjanjian Baru: Pengantar Bukti Kuno oleh Robert E. Van Voorst
- Leonardo Numberi
- 6 hari yang lalu
- 3 menit membaca

Buku "Jesus Outside the New Testament: An Introduction to the Ancient Evidence" oleh Robert E. Van Voorst membahas berbagai bukti historis mengenai Yesus dari Nazaret yang berasal dari sumber-sumber di luar Perjanjian Baru. Dalam kajian ini, penulis menekankan bahwa Yesus adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah, yang pengaruhnya meluas melalui agama Kristen dan berdampak pada berbagai budaya di seluruh dunia [Hal. 1]. Meskipun banyak buku dan artikel ilmiah telah ditulis tentang Yesus, minat terhadapnya tidak hanya bersifat historis dan akademis, tetapi juga berasal dari keyakinan religius bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Juru Selamat dunia [Hal. 1].
Pertama, keberadaan historis Yesus berasal dari tulisan-tulisan sejarawan Yahudi, Flavius Josephus. Josephus, yang hidup pada abad pertama Masehi, menyebutkan Yesus dalam karyanya "Antiquities of the Jews". Dalam teks ini, Josephus menggambarkan Yesus sebagai seorang "orang bijak" dan menyebutkan bahwa Yesus disebut Kristus oleh para pengikutnya [Hal. 81]. Meskipun ada perdebatan mengenai keaslian bagian tertentu dari teks ini, sebagian besar sarjana sepakat bahwa Josephus memang menyebut Yesus dalam konteks historis [Hal. 81].
Kedua, sumber-sumber Romawi, khususnya tulisan-tulisan Tacitus, seorang sejarawan Romawi yang hidup pada abad kedua Masehi. Dalam karyanya "Annals", Tacitus menyebutkan eksekusi Yesus di bawah pemerintahan Pontius Pilatus selama masa pemerintahan Kaisar Tiberius. Tacitus menggambarkan gerakan Kristen sebagai "takhayul berbahaya" yang muncul setelah kematian Yesus [Hal. 73]. Referensi ini penting karena menunjukkan bahwa orang-orang Romawi pada masa itu mengakui keberadaan Yesus dan dampak dari ajarannya.
Ketiga, ditemukan dalam tulisan-tulisan para penulis Yahudi lainnya, termasuk para rabi yang menyebut Yesus dalam konteks diskusi teologis dan hukum. Dalam literatur rabinik, Yesus sering kali digambarkan sebagai seorang guru yang melakukan perbuatan ajaib melalui sihir dan mengajarkan ajaran yang dianggap sesat oleh otoritas Yahudi [Hal. 134]. Meskipun pandangan ini bersifat negatif, hal ini menunjukkan bahwa Yesus adalah tokoh historis yang diakui oleh komunitas Yahudi pada masa itu.
Bukti keempat berasal dari tulisan-tulisan Kristen awal di luar Perjanjian Baru, seperti surat-surat Ignatius dari Antiokhia dan Klemens dari Roma. Para penulis ini, yang hidup pada akhir abad pertama dan awal abad kedua Masehi, mengacu pada Yesus sebagai tokoh historis yang ajarannya menjadi dasar bagi iman Kristen. Mereka menegaskan keyakinan akan kematian dan kebangkitan Yesus, yang menjadi inti dari pesan Kristen.
Kelima, pengakuan dari para penulis skeptis dan kritikus agama Kristen pada masa awal. Meskipun mereka menolak klaim teologis tentang Yesus, mereka tidak meragukan keberadaan historisnya. Misalnya, Celsus, seorang filsuf Yunani yang menulis pada abad kedua Masehi, mengkritik ajaran Kristen tetapi mengakui bahwa Yesus adalah seorang tokoh historis yang dihukum mati [Hal. 8]. Sikap ini menunjukkan bahwa bahkan para penentang Kristen pada masa itu tidak meragukan keberadaan Yesus sebagai tokoh sejarah.
Keenam, pengaruh ajaran Yesus yang meluas di luar komunitas Yahudi dan Kristen awal. Ajaran Yesus, seperti Khotbah di Bukit dan "Aturan Emas", telah menarik perhatian dan mempengaruhi banyak orang dari berbagai latar belakang agama, termasuk agnostik dan ateis [Hal. 1]. Pengaruh ini menunjukkan bahwa Yesus bukan hanya tokoh historis, tetapi juga seorang guru yang ajarannya memiliki daya tarik universal.
Ketujuh, konsensus di antara para sarjana modern mengenai keberadaan historis Yesus. Meskipun ada beberapa penulis yang meragukan atau menolak keberadaan Yesus, mayoritas sarjana sejarah setuju bahwa Yesus adalah tokoh historis yang nyata. Misalnya, Rudolf Bultmann, seorang teolog terkenal, menyatakan bahwa keraguan tentang keberadaan Yesus tidak berdasar dan tidak layak untuk dibantah [Hal. 8]. Konsensus ini didasarkan pada analisis kritis terhadap sumber-sumber sejarah yang tersedia.
Kedelapan, pengakuan dari para penulis klasik yang menyebut Yesus dalam konteks sejarah. Meskipun sebagian besar karya sejarawan Romawi dari masa Yesus telah hilang, beberapa penulis klasik yang tersisa, seperti Suetonius, menyebutkan gerakan Kristen dan secara tidak langsung mengakui keberadaan Yesus [Hal. 70]. Referensi ini, meskipun terbatas, memberikan indikasi bahwa Yesus diakui sebagai tokoh historis oleh penulis-penulis non-Kristen pada masa itu.
Kesembilan, pengaruh Yesus dalam seni dan budaya sepanjang sejarah. Sejak masa awal Kekristenan, Yesus telah menjadi subjek utama dalam seni, musik, dan sastra. Representasi Yesus dalam berbagai bentuk seni menunjukkan bahwa ia adalah tokoh yang diakui dan dihormati sepanjang sejarah [Hal. 1]. Pengaruh ini mencerminkan pengakuan akan keberadaan dan signifikansi historis Yesus.
Kesepuluh, dampak sosial dan politik dari ajaran Yesus. Ajaran Yesus tentang cinta, pengampunan, dan keadilan sosial telah menginspirasi berbagai gerakan sosial dan politik sepanjang sejarah, termasuk gerakan hak-hak sipil dan upaya untuk mengakhiri perbudakan [Hal.1]. Dampak ini menunjukkan bahwa Yesus bukan hanya tokoh historis, tetapi juga seorang pemimpin moral yang ajarannya terus mempengaruhi dunia hingga saat ini.
Kesimpulan
Bukti-bukti yang disajikan dalam buku ini menunjukkan bahwa Yesus dari Nazaret adalah tokoh historis yang nyata. Meskipun ada perdebatan mengenai detail-detail tertentu dari kehidupannya, konsensus di antara para sarjana dan bukti dari berbagai sumber menunjukkan bahwa Yesus adalah tokoh yang diakui dan berpengaruh dalam sejarah. Pengaruhnya melampaui batas-batas agama dan budaya, menjadikannya salah satu tokoh paling signifikan dalam sejarah manusia.
Referensi
Van Voorst, R., 2000. Jesus outside the New Testament: an introduction to the ancient evidence. Wm. B. Eerdmans Publishing.
Comments