Paulus, dalam surat-suratnya kepada komunitas pengikut Kristus, sering menggunakan istilah Yunani "ἐκκλησία," yang secara umum diterjemahkan sebagai "jemaat" atau "gereja." Namun, istilah ini memiliki makna yang lebih kompleks dan kaya dalam konteks pemikiran dan praktik Paulus. Di balik penggunaan istilah ini, terdapat dimensi ideologis, teologis, dan sosial yang memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana Paulus membentuk identitas komunitas Kristen awal.
"ἐκκλησία" secara etimologis berasal dari kata Yunani yang berarti "perhimpunan" atau "majlis." Dalam konteks budaya Yunani kuno, istilah ini digunakan untuk merujuk pada majlis warga negara yang memiliki hak suara dalam urusan sipil dan politik. Dengan kata lain, "ἐκκλησία" adalah sebuah perhimpunan yang bersifat kolektif dan eksklusif, yang anggotanya memiliki tanggung jawab dan peran dalam pengambilan keputusan bersama. Pemilihan istilah ini oleh Paulus menandakan sesuatu yang lebih dari sekadar penggunaan terminologi umum; ia membawa makna sosial dan politik yang lebih dalam.
Paulus tampaknya menggunakan istilah "ἐκκλησία" bukan hanya untuk menggambarkan kumpulan orang percaya, tetapi juga untuk menunjukkan komunitas yang memiliki identitas dan misi yang berbeda dari masyarakat dominan di sekitarnya. Komunitas ini, yang diikat oleh iman kepada Kristus, dipandang sebagai suatu entitas yang terpisah dari dunia luar, meskipun tetap hidup di tengah-tengahnya. Dalam konteks ini, "ἐκκλησία" bukan hanya sekadar perhimpunan religius, tetapi juga suatu masyarakat alternatif yang memiliki aturan dan nilai-nilai yang berbeda.
Ada berbagai pandangan tentang mengapa Paulus memilih istilah ini. Beberapa sarjana berpendapat bahwa Paulus sengaja mengadopsi istilah yang digunakan dalam budaya Yunani untuk menciptakan rasa familiar di antara pengikut Kristus yang berasal dari latar belakang Yunani. Namun, yang lebih menarik adalah dimensi ideologis yang menyertai istilah ini. Dengan menggunakan "ἐκκλησία," Paulus mungkin bermaksud untuk menekankan bahwa komunitas Kristen bukan sekadar kelompok religius, tetapi juga memiliki fungsi sosial dan politik yang signifikan.
Dimensi ideologis dari "ἐκκλησία" ini dapat dilihat dalam bagaimana Paulus mengarahkan komunitas-komunitasnya untuk hidup. Paulus sering menekankan pentingnya kebersamaan, saling melayani, dan menghormati otoritas dalam komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa "ἐκκλησία" bukan hanya kumpulan orang yang memiliki iman yang sama, tetapi juga sebuah keluarga besar yang memiliki tanggung jawab bersama. Di dalam komunitas ini, setiap anggota memiliki peran penting dalam menjaga keharmonisan dan kesejahteraan bersama. Dengan demikian, "ἐκκλησία" juga dapat dilihat sebagai sebuah struktur sosial yang diatur oleh prinsip-prinsip yang berbeda dari masyarakat di luar.
Namun, penggunaan istilah "ἐκκλησία" oleh Paulus juga membawa implikasi politik. Dalam konteks kekaisaran Romawi, di mana negara memiliki kontrol penuh atas berbagai aspek kehidupan, termasuk agama, "ἐκκλησία" dapat dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap otoritas negara. Dengan membentuk "ἐκκλησία," Paulus mungkin secara tidak langsung menantang tatanan sosial dan politik yang ada, dengan menciptakan komunitas yang memiliki aturan dan otoritas sendiri. Meskipun demikian, ada juga pandangan yang menyatakan bahwa Paulus tidak bermaksud subversif terhadap negara, melainkan ingin agar komunitas Kristen hidup damai berdampingan dengan negara, tanpa harus terlibat dalam konflik politik.
Salah satu aspek penting dari "ἐκκλησία" adalah keterbukaannya terhadap anggota baru. Paulus sering menekankan bahwa "ἐκκλησία" adalah komunitas yang terbuka bagi semua orang, tanpa memandang latar belakang etnis, sosial, atau ekonomi. Ini terlihat dalam surat-suratnya yang menekankan kesetaraan antara Yahudi dan bukan Yahudi, budak dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan dalam Kristus. Keterbukaan ini menunjukkan bahwa "ἐκκλησία" bukan hanya perhimpunan eksklusif, tetapi juga komunitas yang inklusif, di mana semua orang diterima sebagai saudara dan saudari dalam iman.
Namun, keterbukaan ini juga membawa tantangan. Dalam praktiknya, mungkin ada ketegangan antara ideal kesetaraan ini dengan realitas sosial yang ada di dalam komunitas. Misalnya, dalam suratnya kepada Jemaat Korintus, Paulus harus menangani masalah perpecahan dalam "ἐκκλησία" yang disebabkan oleh perbedaan status sosial dan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun "ἐκκλησία" idealnya adalah komunitas yang inklusif, dalam praktiknya mungkin masih ada hambatan yang harus diatasi untuk mencapai kesetaraan yang sesungguhnya.
Selain itu, penting juga untuk melihat bagaimana "ἐκκλησία" berfungsi dalam konteks kultus dan ibadah. Paulus sering menekankan bahwa "ἐκκλησία" adalah tempat di mana anggota berkumpul untuk beribadah, mendengar Firman Tuhan, dan mengambil bagian dalam sakramen. Dalam konteks ini, "ἐκκλησία" juga berfungsi sebagai ruang sakral, di mana hubungan antara manusia dan Tuhan diperkuat. Namun, dalam hal ini, Paulus juga menghadapi tantangan dalam menjaga kemurnian ibadah, terutama dalam menghadapi praktik-praktik yang dianggap menyimpang dari ajaran Kristus.
Dalam surat-suratnya, Paulus memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana "ἐκκλησία" harus dijalankan. Ia menekankan pentingnya disiplin, tata tertib, dan pengajaran yang benar dalam komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa "ἐκκλησία" bukan hanya sekadar perhimpunan informal, tetapi juga sebuah institusi yang memiliki struktur dan aturan yang jelas. Dalam hal ini, Paulus mungkin terinspirasi oleh struktur majlis sipil Yunani, di mana setiap anggota memiliki peran dan tanggung jawab tertentu. Namun, yang membedakan "ἐκκλησία" dari majlis sipil Yunani adalah fokusnya pada kehidupan rohani dan kesatuan dalam Kristus.
Kesimpulan
"ἐκκλησία" dalam surat-surat Paulus memiliki makna yang sangat kompleks dan multidimensional. Istilah ini tidak hanya menggambarkan kumpulan orang percaya, tetapi juga sebuah komunitas dengan identitas yang jelas, fungsi sosial yang signifikan, dan hubungan yang erat dengan Tuhan. Dengan menggunakan istilah ini, Paulus tidak hanya mengadaptasi terminologi Yunani kuno, tetapi juga memberikan makna baru yang sesuai dengan konteks komunitas Kristen awal.
Identitas "ἐκκλησία" sebagai komunitas yang terpisah namun inklusif mencerminkan visi Paulus tentang bagaimana orang percaya harus hidup dalam dunia yang seringkali bermusuhan dengan nilai-nilai Kristiani. Di satu sisi, "ἐκκλησία" dipandang sebagai tempat perlindungan dari pengaruh dunia luar, namun di sisi lain, komunitas ini juga terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung. Hal ini mencerminkan keseimbangan antara pemeliharaan kemurnian iman dan keterbukaan terhadap dunia luar, sebuah prinsip yang tetap relevan bagi komunitas Kristen hingga saat ini.
Selain itu, peran "ἐκκλησία" sebagai institusi yang memiliki tata tertib dan disiplin menunjukkan bahwa Paulus memahami pentingnya struktur dalam menjaga kesatuan dan stabilitas komunitas. Dalam konteks ini, "ἐκκλησία" juga berfungsi sebagai model bagi komunitas Kristen di masa mendatang, di mana disiplin, pengajaran yang benar, dan kehidupan bersama menjadi fondasi utama.
Apa Pentingnya?
Bagi seorang Kristen dan al-Kitāb Student, memahami konsep "ἐκκλησία" dalam surat-surat Paulus sangat penting karena ini tidak hanya menggambarkan gereja sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai komunitas iman yang hidup, dinamis, dan penuh makna. Ini menekankan panggilan untuk hidup bersama dalam kesatuan, saling melayani, dan memelihara ajaran Kristus dengan setia. Selain itu, pemahaman ini mengajarkan tentang pentingnya struktur, disiplin, dan keterbukaan dalam komunitas gereja, yang semuanya merupakan fondasi untuk menjalani kehidupan Kristen yang sejati di tengah tantangan dunia yang terus berkembang.
Sumber:
Beale, G.K., 2015. The Background of ἐκκλησία Revisited. Journal for the Study of the New Testament, 38(2), pp.151-168.
Esler, P.F., 2021. The Adoption and Use of the Word Ἐκκλησία in the Early Christ-Movement. Ecclesiology, 17(1), pp.109-130.
Last, R., 2018. Ekklēsia outside the Septuagint and the dēmos: the titles of Greco-Roman associations and Christ-followers’ groups. Journal of Biblical Literature, 137(4), pp.959-980.
Comments